Intifada

Artikel ini dimulai dengan menjelaskan makna istilah intifada, lalu membahas kapan gerakan intifada muncul dan kelompok mana saja yang terlibat atau berhubungan dekat dengan gerakan ini. Pembahasan berikutnya adalah dampak kebangkitan intifada terhadap Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Untuk membantu mendalami sejauh mana pengaruh revolusi Islam Iran terhadap kebangkitan intifada di Palestina, kita perlu sekilas membuka lembaran sejarah hubungan Iran di masa rezim Pahlevi dengan Rezim Zionis Israel. Setelah itu, kajian dan pembahasan akan dilanjutkan secara lebih rinci menyangkut fenomena kebangkitan intifada Palestina. Pada bagian akhir, artikel ini akan mengambil kesimpulan yang jelas bahwa hanya ada satu jalan untuk membebaskan Palestina, yaitu Islam.


Pendahuluan
Kata intifada selalu lekat di benak kita dengan gerakan kebangkitan rakyat Palestina yang membawa senjata batu. Anak-anak muda dan remaja dengan membawa batu bangkit melawan tentara Zionis Israel. Mereka dengan fasilitas yang sangat minim berjuang untuk mencapai tujuan yang besar, yaitu kebebasan negeri Palestina dari pendudukan kaum Zionis. Gerakan kebangkitan ini diilhami oleh kemenangan revolusi Islam di Iran yang berjuang untuk menghidupkan kembali kebesaran Islam, dan jawaban telak atas aksi brutal yang dilakukan rezim pendudukan Quds terhadap bangsa Palestina. Intifada adalah reaksi atas keputus-asaan, kekecewaan, kelemahan dan kekerdilan negara-negara Arab dalam menghadapi Israel. Intifada adalah reaksi atas kegagalan langkah-langkah yang dilakukan oleh faksi-faksi bersenjata dan kelompok-kelompok politik Palestina dalam membebaskan negeri mereka.

Rakyat Palestina secara umum dan kelompok-kelompok pendukung intifada menjadikan iman revolusioner sebagai basis perjuangan mereka untuk melayangkan pukulan telak terhadap Israel di dalam wilayah pendudukan. Dahsyatnya pukulan tersebut dan sikap tegas rakyat Palestina yang menolak berdamai dengan rezim pendudukan menjadi masalah besar bagi Israel, Amerika Serikat (AS) dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang terus mengupayakan penyelesaian krisis Timur Tengah dengan cara mereka.

Makna Intifada
Intifada berasal dari kata berbahasa Arab intifadlah dari asal kata nafadla yang berarti gerakan, goncangan, revolusi, pembersihan, kebangkitan, kefakuman menjelang revolusi, dan gerakan yang diiringi dengan kecepatan dan kekuatan. Intifada pertama kali dipakai sebagai nama oleh sebuah kelompok perjuangan Palestina yang membelot dari Gerakan Fatah. Namun kini kata itu lekat dengan gerakan kebangkitan baru rakyat Palestina. Pada dekade 1980-an, rakyat Palestina secara serentak bangkit melakukan perlawanan menentang rezim Zionis Israel. Sejak itu, intifada dipakai untuk menyebut gerakan yang muncul secara tiba-tiba, serentak, independen, agresif, universal, dengan kesadaran dan rasa protes, serta dengan penuh keberanian. Gerakan itu dilakukan oleh rakyat Palestina dalam menghadapi rezim Zionis Israel. (1)

Saat itu, rakyat Palestina tidak memiliki sarana dan fasilitas apapun dalam perjuangan membebaskan negeri mereka melawan tentara Zionis. Mereka bersenjatakan batu untuk membela diri dan menyerang musuh. Karena itu, intifada dekade 80-an disebut juga dengan revolusi batu. Meski hanya bersenjatakan batu, tetapi intifada ini sangat menakutkan bagi Israel. Sebab dalam kitab suci mereka tercatat kisah Nabi Daud as yang membunuh Jalut, raja yang kejam dan bengis dengan senjata batu. (2)

Sejarah Palestina modern diwarnai dengan empat kebangkitan, yaitu kebangkitan tahun 1921, 1932, 1939 (3) dan 1987. Intifada terakhir disebut sebagai yang terbesar dan paling luas. Para pejuang Palestina menggunakan strategi menyerang ke dalam wilayah pendudukan (Israel) dan mengatasnamakan perjuangan ini dengan syiar Islam, dengan mencampakkan cara-cara lama yang bertahan dan menggunakan atribut perjuangan nasionalis atau jargon-jargon non agama lainnya. (4)

Mengenai gerakan intifada, Syahid Dr Fathi Ibrahim Shaqaqi, Sekjen pertama Gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan, “Dalam sejarah revolusi dan perjuangan, kata intifada memiliki latar belakang yang panjang. Akan tetapi dari sisi makna, intifada berarti kebangkitan menggantikan masa kevakuman. Intifada adalah tahap pendahulu bagi sebuah revolusi. Misalnya, di Iran, terjadi kebangkitan di madrasah Feiziyah Qom. Kebangkitan itu kita namakan intifada, sebab gerakan itu pada tahun 1979 membuahkan kemenangan revolusi. Apa yang terjadi saat ini di Palestina tak lain adalah tahap bagi sebuah revolusi. Kita tak pernah membayangkan gerakan kebangkitan ini akan berjalan secara luas dan universal seperti ini. Kita namakan gerakan ini dengan nama intifada. Karena itu, kami di Gerakan Jihad Islam menyebut kebangkitan ini sebagai intifada dan revolusi.” (5)

Faktor Pemicu Kebangkitan Intifada

Intifada terjadi karena adanya beberapa faktor pemicu, di antaranya adalah;
1- Kemenangan revolusi Islam di Iran. Pada bulan Februari tahun 1979, Iran dengan revolusi Islamnya menyentakkan umat Islam untuk bangkit dan bertindak untuk menghidupkan kembali kejayaan Islam. Revolusi ini meniupkan semangat dan meningkatkan rasa percaya diri kepada bangsa Palestina. Rakyat Palestina tergugah bahwa mereka memiliki kemampuan yang cukup untuk merebut kembali hak-hak mereka yang terampas. Kemenangan revolusi Islam adalah bukti bahwa Islam mampu mengalahkan kezaliman, serta menumbangkan rezim-rezim despotik dan arogan. Kaum muslimin di Palestina memandang bangsa Iran sebagai saudara yang setia sebelum dan setelah kemenangan revolusi Islam. Mereka menyadari bahwa meski terlihat besar dan kuat, AS ternyata keropos dan tak mampu mempertahankan kekuasaan rezim Syah Pahlevi menghadapi gerakan kebangkitan rakyat. Proses kemenangan revolusi Islam di Iran sangat mencengangkan. Perjuangan bangsa Iran melawan kekuasan rezim Syah menjadi teladan dan contoh bagi gerakan para pejuang Islam di Palestina. (6)

2- Kezaliman dan kekejaman Rezim Zionis Israel. Syahid Dr Fathi Shaqaqi dalam hal ini mengatakan, “Intifada adalah jawaban atas tindakan rezim pendudukan yang membantai bangsa Palestina dan balasan atas kesombongan kaum Zionis yang dengan semena-mena menghancurkan rumah-rumah rakyat Palestina, merampas tanah mereka, menempatkan orang-orang Yahudi di wilayah itu dengan membangun pemukiman-pemukiman Zionis, menyiksa warga Palestina, menangkap, mengasingkan, meneror dan meretakkan tulang-tulang mereka, menghancurkan perekonomian bangsa ini dan merusak infra struktur, mencuri sumber-sumber air, menetapkan pajak dan denda yang tinggi, menutup sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, menghalang-halangi warga Palestina untuk bekerja mencari nafkah, melecehkan hak-hak asasi, hak politik dan semua kekejaman yang dilakukan terhadap rakyat Palestina secara massal...” (7). Selain itu, rezim Zionis juga memperlakukan orang-orang Palestina sebagai warga kelas dua. Tak cukup dengan itu, rezim Israel berusaha keras untuk menghapus segala atribut keislaman dan identitas bangsa Palestina sebagai bagian dari bangsa Arab.

3- Kekecewaan terhadap sikap para pemimpin dunia Arab. Dr Fathi Shaqaqi mengenai hal ini mengatakan, “Intifada adalah jawaban atas fakta menyedihkan dan mengecewakan yaitu sikap para pemimpin dunia Arab yang tergantung pada pihak asing serta kelemahan mereka. Mereka tidak memberikan perhatian yang semestinya kepada masalah Palestina dan menempatkan masalah ini dalam baris terbawah di agenda kerja mereka. Semua orang menyaksikan hal ini seperti yang terjadi pada Konferensi Tingkat Tinggi Arab yang digelar bulan November 1987. (8). Pada tahun itu, untuk pertama kalinya, masalah Palestina tidak diprioritaskan. Mereka lebih mementingkan masalah lain yaitu isu perang Irak dan Iran. Yang lebih menyakitkan, para pemimpin Arab itu memutuskan untuk menggelar konferensi damai Arab dan Israel yang dihadiri oleh delegasi dari AS dan Uni Soviet. (9)

4- Kegagalan faksi-faksi militer dan politik Palestina untuk menyelamatkan negeri mereka. Dengan kekalahan Arab dalam perang tahun 1967, keterlibatan unsur-unsur dari Palestina dalam perjuangan melawan Israel menjadi isu yang tak terhindarkan. Karena itu, berbagai lembaga, organisasi dan kelompok gerilyawan militer dan politik berdatangan ke tengah medan. Mereka semua berupaya keras membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel melalui perlawanan bersenjata. Akan tetapi semangat itu mengendur pada akhir dekade 1970-an. Kelompok-kelompok tersebut, termasuk PLO menganggap bahwa dengan perlawanan bersenjata mereka tak akan mampu mengalahkan Israel. Akibatnya, keputus-asaan menyelimuti mereka yang lantas mengubah strategi perjuangan dari perlawanan bersenjata kepada cara-cara diplomasi. Namun tak lama berselang, cara politik juga tidak membuahkan hasil. Rasa pesimis dan keputus-asaan ini semakin membesar, ketika satu persatu kelompok-kelompok tersebut jatuh dalam pengaruh negara-negara Arab yang telah mengkhianati Palestina. (10)

5- Perjuangan Gerakan Hezbollah di Lebanon. Hezbollah Lebanon yang kelahirannya diilhami oleh pemikiran Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Imam Khomeini (ra) dan ideologi yang diusung revolusi Islam Iran, mampu memberikan perlawanan telak terhadap Israel. Resistensi para pejuang Hezbollah semasa pendudukan wilayah Lebanon selatan maupun setelah tentara Zionis Israel lari meninggalkan wilayah itu, memberikan spirit luar biasa kepada bangsa Palestina. Hezbollah sendiri dalam strategi melawan Rezim Zionis Israel tidak akan melakukan serangan di dalam wilayah Palestina, sebab tugas itu harus dilakukan sendiri oleh para pejuang Palestina yang dilatih dan dibimbing oleh Hezbollah. Karena itu tak heran jika taktik perjuangan Palestina memiliki banyak kemiripan dengan apa yang dilakukan oleh Hezbollah dalam melawan Israel di Lebanon selatan. Hal ini diakui sendiri oleh para pejabat tinggi Rezim Zionis. Dengan kata lain, prinsip dasar perjuangan Hezbollah melawan Israel baik di dalam wilayah Lebanon maupun di dalam wilayah Palestina, dilakukan oleh para pejuang intifada dengan menggunakan taktik serangan mati syahid. Sama seperti Almarhum Imam Khomeini (ra), Pemimpin Hezbollah optimis dapat melumpuhkan Israel dengan cara menyerang dari dalam. Beliau meyakini bahwa berlanjutnya perlawanan akan melumpuhkan Rezim Zionis dari sisi keamanan. Pandangan ini juga dimiliki oleh para pejuang Palestina dan karenanya perjuangan terus berlanjut. (11)

Intifada dan Faksi-faksi Politik
Faksi dan organisasi perjuangan di Palestina umumnya dipengaruhi oleh gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir. Sejak tahun 1946, Ikhwanul Muslimin melakukan aktivitasnya dalam skala luas di negeri Palestina. Sejak saat itu, khususnya setelah tahun 1948, Ikhwanul Muslimin menjadi bagian penting dalam perjuangan melawan kelompok Zionis dan Rezim Israel. Akan tetapi, Ikhwanul Muslimin cabang Pelastina secara perlahan mundur dari kancah perjuangan politik dan mencurahkan perhatian kepada kaderisasi dan aktivitas budaya dan pendidikan. Akibatnya, terjadi pemisahan dari Ikhwanul Muslimin yang dilakukan beberapa kelompok. (12)

Kelompok pertama yang memisahkan diri dari Ikhwanul Muslimin Palestina, membentuk faksi perjuangan dengan nama Gerakan Jihad Islam di Gaza. Gerakan ini dipimpin oleh Dr Fathi Shaqaqi (13) dan terbentuk pada tahun 1980. Syiar utama gerakan yang baru terbentuk ini adalah menolak slogan yang selama itu berkembang, ‘Palestina tanpa Islam dan Islam tanpa Palestina’. Ciri khas yang paling menonjol dari Gerakan Jihad Islam adalah prinsip perlawanan bersenjata sebagai satu-satunya jalan untuk membebaskan Palestina. Jihad Islam pernah menjadi faksi perjuangan yang paling berperan melahirkan intifada ketika para pejuangnya melakukan operasi militer di kawasan Shujaiyah Gaza bulan Oktober 1987. Namun dengan berjalannya waktu, perjuangan kelompok ini sangat dipengaruhi oleh gerakan intifada tersebut. (15)

Menurut Dr Fathi Shaqaqi, Jihad Islam melalui tiga tahap penting dalam perjuangannya. Tahap awal adalah tahap persiapan dan pengerahan massa yang dilakukan melalui aktivitas politik dan kemasyarakatan, tabligh di masjid-masjid, gerakan pencerahan di kampus-kampus dan organisasi-organisasi serta pembagian selebaran secara diam-diam. Tahap kedua adalah tahap dimulainya perlawanan dan jihad bersenjata. Langkah ini memberikan rasa percaya diri kepada rakyat Palestina secara umum, seperti bentrokan mati syahid yang dilakukan pejuang Jihad Islam melawan tentara Zionis Israel pada tanggal 6 Oktober 1987... Tahap ketiga adalah hadir secara penuh di medan perjuangan intifada sejak hari pertama intifada meletus. Beberapa pekan berikutnya, kelompok-kelompok Islam dan nasionalis bangkit dan secara serentak dan rapi terlibat dalam gerakan intifada. (16)

Kelompok kedua adalah Hamas. Hamas adalah singkatan dari Harakah al-Moqawamah al-Islamiyah fi Felesthin atau Gerakan Perlawanan Islam di Palestina. Hamas adalah salah satu kelompok perjuangan anti Zionis yang paling menonjol di Palestina. Nama Hamas terkadang lekat untuk menyebut kelompok Ikhwanul Muslimin di Gaza dan Tepi Barat Sungai Jordan, dan terkadang nama itu dipakai untuk menyebut sayap bersenjata Ikhwanul Muslimin. Menurut Abu Ghoneimah, salah seorang tokoh Ikhwanul Muslimin di Jordania, Hamas bukan gerakan yang baru lahir. Hamas adalah gerakan induk, yaitu gerakan Ikhwanul Muslimin. (17)

Bagaimana pun juga, dibanding faksi-faksi yang lain -selain Jihad Islam-, Hamas adalah kelompok perjuangan yang paling merakyat dalam upaya membebaskan Palestina. Hamas lebih memprioritaskan perjuangan di medan kebudayaan dan politik dibanding perjuangan bersenjata. Karena itu, kelompok ini berbeda dengan Jihad Islam. Hamas dapat hidup berdampingan dengan PLO (18) dan faksi-faksi Palestina lainnya meski berbeda pendapat dalam beberapa hal, seperti penolakan Hamas terhadap pan-arabisme. Sementara Jihad Islam tidak dapat bekerjasama dan menjalin hubungan dengan kelompok-kelompok sekuler seperti PLO.

Dengan kata lain, Hamas di bawah pimpinan Syekh Ahmad Yasin menghargai faksi-faksi non agamis selama tidak condong kepada timur yang Komunis atau barat yang Kristen. (20) Dari sisi jaringan aktivitas sipil, sarana dan prasarana, perolehan dana bantuan dari negara-negara Arab dan Muslim, juga fasilitas media massa, Hamas lebih kuat dibanding dengan Jihad Islam. Namun demikian, nampaknya di tengah masyarakat Palestina umumnya, popularitas Jihad Islam lebih tinggi dibanding Hamas. Sebab mayoritas rakyat Palestina meyakini bahwa satu-satunya jalan untuk membebaskan Palestina adalah dengan perlawanan bersenjata, slogan utama Gerakan Jihad Islam. Terlepas dari semua itu, Jihad Islam dan Hamas memiliki kesamaan pandangan dalam perjuangan melawan Rezim Zionis Israel dan dalam cita-cita mendirikan pemerintahan Islam di Palestina dan membebaskan negeri Palestina dari pendudukan Zionis. (21)

Intifada dan Israel
Kebangkitan rakyat Palestina yang disebut dengan nama intifada berdampak luas khususnya bagi Israel. Diantara dampak-dampak tersebut adalah;

1- Meletusnya gelora intifada dan kegagalan Rezim Zionis untuk memadamkannya semakin memperluas gerakan pro perdamaian di dalam Israel. Di tengah masyarakat Zionis, lahir kelompok yang menamakan diri Dewan Perdamaian dan Keamanan di Israel. Dewan ini yang dianggotai oleh sekitar 30 perwira militer Zionis, berupaya meyakinkan semua pihak bahwa melepaskan wilayah pendudukan Jalur Gaza dan Tepi Barat bukan saja tidak mengurangi keamanan Israel bahkan meningkatkannya. (22)

2- Rezim Israel dalam upayanya meredam gerakan intifada melakukan berbagai tindakan keji dan tidak manusiawi termasuk dengan cara mematahkan tangan dan kaki warga Palestina yang terlibat demonstrasi. Tindakan keji itu direaksi keras oleh masyarakat dunia. Bahkan tidak sedikit warga Yahudi di AS yang mengecamnya. Melihat fakta itu, untuk lepas dari himpitran dan tekanan, serta untuk menekan kecaman dan protes dari masyarakat dunia khususnya warga Yahudi AS, Perdana Menteri Israel saat itu terpaksa melakukan kunjungan ke AS untuk menyampaikan justifikasi atas apa yang terjadi. Dia mengklaim, “Tindakan yang dilakukan oleh orang-orang Palestina bukan sekedar protes terhadap pendudukan, tetapi membahayakan eksistensi Israel.” (23)

3- Intifada semakin memperuncing konflik internal di antara para pejabat tinggi Rezim Zionis. Kebangkitan rakyat Palestina juga membuat partai-partai politik di Israel terlibat friksi di antara mereka di satu sisi dan friksi antara mereka dengan AS di sisi lain. Sebagai contoh, untuk meredam gejolak intifada AS mengusulkan pemberian hak otonomi terbatas kepada Palestina. Prakarsa ini didukung oleh Shimon Peres. Namun Perdana Menteri Israel kala itu, Yitzak Shamir dan pemerintahannya menolak dengan keras. (24)

4- Untuk memadamkan gelora intifada, Israel telah mengeluarkan dana yang sangat besar. Angka biaya sekitar 1,65 juta US Dolar perhari, hanyalah sebagian dari apa yang dibayarkan oleh Israel untuk membungkam intifada. Selain itu, ada pula kerugian langsung dan tak langsung yang diderita Israel akibat dari meletusnya gelora intifada, seperti kerugian yang diderita akibat kelesuan di sektor properti, menurunnya pendapatan dari sektor pariwisata, anjloknya produksi nasional bruto, menurunnya volume ekspor, melemahnya nilai mata uang Israel, merosotnya neraca perdagangan Israel dan berbagai hal lain. Intifada juga menyebabkan membengkaknya nilai inflasi hingga 22 persen, melonjaknya angka pengangguran hingga 7,2 persen dan meningkatnya alokasi dana untuk militer. Pusat Penelitian Strategis Universitas Tel Aviv melaporkan bahwa mental sebagian besar serdadu Israel sangat menyedihkan. Selain itu, akibat intifada, AS dan Eropa sering mengkritik sepak terjang Israel. Yang lebih parah, citra Israel di mata publik dunia kian merosot. (25)

PLO dan Intifada
Pengaruh intifada terhadap Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) cukup rumit dan bervariasi. Pecahnya intifada membuat Yasser Arafat sebagai Ketua PLO kehilangan kendali dalam medan perjuangan melawan Rezim Israel. Intifada menolak sikap PLO yang memilih cara-cara damai dengan Israel. Karena itu, gerakan kebangkitan ini mengancam eksistensi PLO sebagai organisasi yang diklaim induk dalam perjuangan bangsa Palestina. Upaya Yasser Arafat untuk menghentikan intifada tak membuahkan hasil. Arafat juga gagal membimbing gerakan intifada untuk mengubah cara-cara frontal menjadi cara diplomasi. Rakyat Palestina sudah terbakar oleh gelora intifada dan seruan Arafat agar rakyat menggelar demonstrasi damai, diabaikan. (26)

Kondisi tersebut jelas tidak diingini oleh Israel. Rezim Zionis khawatir, intifada dapat menenggelamkan PLO dan itu jelas merugikan Israel. Karenanya, Tel Aviv membuka diri untuk berunding dengan para pejabat PLO. Keputusan itu dianggap Israel sebagai pilihan yang buruk dari yang terburuk. Bagi Israel, lebih baik berunding dengan PLO dari pada harus berhadapan dengan kelompok-kelompok Islami. Israel akhirnya memilih untuk merapatkan diri dengan PLO. Kontak antara Israel dan PLO memberikan banyak keuntungan kepada keduanya, antara lain;

1- Demi mencegah kian meluasnya intifada, Israel setuju untuk memberikan hak otonomi terbatas kepada Palestina yang meliputi wilayah Gaza dan Jericho. Hal itu dinyatakan pada tahun 1993. Kesepakatan itu dilaksanakan tahun berikutnya. Pada tahun 1995, Israel setuju untuk menambah wilayah otonomi hingga mencakup Tepi Barat Sungai Jordan. Peres mengenai kesepakatan itu mengatakan, “Sebagian teman dan musuh saya bertanya, mengapa saya yang pernah terlibat dalam militer selama lebih dari 20 tahun kini berpikir untuk berdamai? Saya jawab bahwa kuda perang saya kini telah mandul.” (27)

2- Perhatian Israel kepada PLO membuat organisasi yang hampir saja tersingkir dari peta perjuangan bangsa Palestina itu, hidup kembali. Menurut Shimon Peres, Arafat sudah sampai pada kebuntuan sehingga tidak menemukan alternatif kedua selain berunding. Mantan Menteri Lingkungan Hidup Israel itu menambahkan, “PLO akan bersekutu dengan Israel untuk menghadapi Hamas. Pemerintah Israel harus menyentralisasi Palestina pada kepemimpinan Yasser Arafat dan mengakuinya. Sebab PLO adalah sekutu yang baik bagi Israel untuk menghadapi Hamas.” (28)

Kepercayaan yang sama (seperti keyakinan akan prinsip tauhid dan kenabian) juga musuh yang sama (seperti AS dan Israel) juga tujuan yang sama (seperti upaya memerangi kezaliman dan kebobrokan) adalah kesamaan yang ada di dunia Islam untuk saling memberikan pengaruh akan fenomena kemanusiaan. Kemenangan revolusi Islam di Iran memberikan semangat yang lebih mendalam kepada dunia Islam untuk mempererat dan memanfaatkan kesamaan yang ada. Revolusi Islam di Iran berpengaruh besar pada bangsa-bangsa muslim di seluruh dunia termasuk di Palestina. (29)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemangkasan Naungan

Teknik Perbanyakan Kopi secara Generatif

Laporan Praktikum Pembuatan dan Aplikasi Geer